Selamat datang diblog sederhana ini, tempat berbagi, saling bertukar informasi dan peluang usaha..semoga bermanfaat

29 Desember 2010

Siapapun Bisa Jadi Pahlawan

Wanita paruh baya, Xu Yueahua namanya, 55 tahun umurnya. Dia  kehilangan kaki di usia 12 tahun ketika ditabrak kereta saat mengumpulkan batu bara di rel kereta. Ia juga kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil. Karena itu, ia dibesarkan di Rumah Yatim Piatu Xiangtan di Provinsi Hunan saat berusia 17 tahun.

Di Rumah Yatim Piato Xiangtan, Xu belajar menggunakan kursi kecil sebagai kakinya. Ia pun mulai bekerja untuk membantu anak-anak lainnya.

Xu membantu mencuci, memberi makan, mengganti selimut, bahkan membuat sepatu untuk anak-anak yatim piatu.

Selama 37 tahun, Xu telah menggunakan lebih dari 40 kursi kecil dan telah membesarkan lebih dari 130 anak yatim piatu. Para anak yatim piatu tersebut memanggil Xu, ibu besar.

Salah satu anak yatim yang dibesarkan Xu adalah Sheng Li. Sheng menganggap Xu sebagai pahlawan yang menyelamatkan nyawanya.

“Tanpa ibu besar, saya sudah mati sejak lama. Suara kursi kecilnya merupakan suara terindah bagi saya saat itu,” ujar Sheng.

Ummu Ali, wanita yang melahirkan 12 putera. Dengan perjuangan seorang ibu mulia, ia  berhasil menjadikan sembilan dari anak-anaknya penghafal Al Qur'an, kitab suci yang paling mulia dimuka bumi.


Seorang ibu yang sudah tua, dimasa senjanya banyak beribadah mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Berusaha memperolah bekal untuk 'pulang' kerumah yang baka. Diusianya yang sudah masuk renta, hampir 70 tahun, tetap setia dengan pekerjaannya dalam menjemput rejeki yang sudah dipastikan Alloh untuknya. Setelah shubuh bergegas ke pasar untuk berjualan dagangan bumbu dapur dan sayur-mayur sekedarnya untuk membantu suami 'menghidupi' keluarganya. Dikarunia 6 putera dan berhasil 'menjadikan' 5 anaknya sarjana. Dia tetap menjadi ibu yang sederhana.

Ternyata, dunia ini dipenuhi keajaiban-keajaiban. Kesungguhan akan membuka pintu-pintu jalan Tuhan. Lebih dari sejuta jalan...

23 Desember 2010

Mr. Satosi Matsuda : Sukses Bisnis dengan Bushido

Semarang, 27/12/2010. Orang Jepang tidak selalu menggunakan hara kiri (bunuh diri)  ketika mengahadapi kebuntuan. Hara-kiri hanya dijalankan oleh sekelompok orang dari kalangan Samurai yang teguh memegang tradisi itu. Namun kalangan pengusaha Jepang lebih mengedepankan semangat Bushido ketika menghadapi masalah rumit.   Itulah inti dari pengajian bisnis yang disampaikan Mr. Satosi Matsuda dalam forum pengajian bisnis IIBF Jawa Tengah tanggal 27 Desember 2010 lalu. Matsuda menyampaikan ceramahnya dengan menggunakan bahasa Jepang yang diterjemahkan oleh seorang anggota IIBF. Pengajian yang dipenuhi oleh anggota dan simpatisan IIBF itu mengambil thema “Bagaimana Pengusaha Jepang Membangun Bisnis”

Dalam pengantarnya  Matsuda menceritakan tentang perjalanan hidupnya sebagai seorang pengusaha. Dengan latar belakang dari keluarga pengusaha Matsuda memulai bisnis dengan menanggung utang perusahaan yang diwarisinya. Sempat menjadi karyawan namun penghasilannya tidak cukup untuk melunasi hutang keluarganya. Keinginan melunasi hutang itulah yang melecut Matsuda untuk berbisnis. Kini Matsuda dikenal sebagai seorang eksportir mesin-mesin buatan Jepang ke Indonesia, Vietnam, Jordania, Turki dan lain-lain. Kunjungannya ke Indonesia kali ini untuk menemui rekan bisnisnya H. Muhammad Basuki, Dewan Pembina IIBF Jawa Tengah.
 
Menurut Matsuda kunci sukses bisnisnya adalah 1. Tepat waktu dan Tepat Janji,  karena orang-orang jepang sangat menghargai waktu. 2. Jujur dan bertanggung jawab, Bushido menjadi spiritnya, bukan hara-kiri ketika tidak bisa mengemban tugas dengan baik, melainkan semangat pantang menyerahnya dalam menghadapi tantangan. 3. Tidak mudah putus asa menemukan potensi diri.
 
“Walau saya bukan seorang muslim, tapi saya yakinTuhan memberikan kelebihan yang berbeda-beda pada setiap manusia, dan tugas kita bagaimana menemukan potensi itu, dan saya yakin kita akan sukses dengan bekerja keras”, ujar Matsuda  
 
Matsuda juga memaparkan kisah-kisah pengusaha sukses Jepang lainnya. Pemilik Honda, Shichiro Honda, yang benar-benar mengawalinya dari bengkel sepeda motor. Bagaimana gigihnya Honda membangun bisnis hingga jari-jari tangannya sampai putus pun tidak menyurutkan semangatnya untuk menciptakan produk yang orisinil. Orang Jepang, kata Matsuda,  bangga dengan orisinalitas alias tidak senang mengcopy, sehingga semangat menelitinya sangat tinggi.

sumber: iibf-indonesia.com

17 Desember 2010

Puasa Asyura, Tahun Baru Hijrah dan Muhasbah

Segala puji bagi Allah pemelihara seluruh alam, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya. Wa ba’du.
Di antara nikmat Allah Ta’ala yang diberikan atas hamba-hamba-Nya, adalah perguliran musim-musim kebaikan yang datang silih berganti, mengikuti gerak perputaran hari dan bulan. Supaya Allah Ta’ala mencukupkan ganjaran atas amal-amal mereka, serta menambahkan limpahan karunia-Nya.

Dan tidaklah musim haji yang diberkahi itu berlalu, melainkan datang sesudahnya bulan yang mulia, yaitu bulan muharam. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله الذي تدعونه المحرم، وأفضل الصلاة بعد الفريضة قيام الليل . رواه مسلم في صحيحه
Puasa yang paling utama setelah puasa bulan ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yang kalian sebut bulan muharam, dan sholat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam. (HR.Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menamai bulan muharam dengan bulan Allah, ini menunjukan akan kemuliaan dan keutamaannya. Sesungguhnya Allah Ta’ala mengkhususkan sebagian makhluk-Nya terhadap sebagian yang lainnya, serta mengutamakannya dari sebagian yang lainnya.
Hasan al-Bashri rahimahullahu Ta’ala berkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala membuka tahun dengan bulan haram dan mengakhirinya dengan bulan haram, dan tidak ada bulan dalam setahun yang lebih mulia disisi Allah melebihi bulan ramadhan, karena sangat haramnya bulan tersebut.
Di bulan muharam ada satu hari yang pada hari itu terjadi peristiwa besar serta kemenangan yang gemilang. Saat di mana kebenaran menang atas kebatilan, yaitu ketika Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihis sholatu was salaam beserta kaumnya, dan menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Ia adalah hari yang memiliki keutamaan yang agung dan kehormatan sejak dahulu. Ketahuilah, hari itu adalah hari yang kesepuluh dari bulan muharam, yang biasa disebut hari ‘Asyura.
Keutamaan Hari Asyura dan Berpuasa Pada Hari Itu
Banyak hadits-hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keutamaan hari ‘asyura serta anjuran berpuasa pada hari tersebut, kami akan sebutkan beberapa contoh, di antaranya sebagai berikut:
في الصحيحين عن ابن عباس – رضي الله عنه – أنه سئل عن يوم عاشوراء فقال: ” ما رأيت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يوماً يتحرى فضله على الأيام إلا هذا اليوم – يعني يوم عاشوراء – وهذا الشهر يعني رمضان “.
Dalam shahihain, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah ditanya tentang hari ‘Asyura, maka beliau menjawab: Aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam begitu menjaga keutamaan satu hari diatas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (maksudnya, hari ‘asyura) dan bulan yang ini (maksudnya, bulan ramadhan).
Sebagaimana telah kami sebutkan di atas, bahwa hari ‘asyura memiliki keutamaan yang agung serta kehormatan sejak dahulu. Nabi Musa ‘alaihis sholatu was salaam berpuasa pada hari itu dikarenakan keutamaannya. Bahkan Ahlul Kitabpun melakukan puasa pada hari itu, demikian pula kaum Quraisy pada masa jahiliyah mereka berpuasa padanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala berada di Makkah, beliau berpuasa pada hari ‘asyura, namun tidak memerintahkan manusia. Ketika tiba di Madinah kemudian menyaksikan Ahlul kitab berpuasa serta memuliakan hari tersebut, dan beliau senang untuk mengikuti mereka terhadap apa-apa yang tidak diperintahkan dengannya, maka beliaupun berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa. Setelah itu beliau pertegas perintah tersebut, serta memberi anjuran dan dorongan atasnya, hingga anak-anakpun diajak ikut berpuasa. Diriwayatkan dalam shahihain, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma berkata,
” قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة فوجد اليهود صياماً يوم عاشوراء، فقال لهم رسول الله – صلى الله عليه وسلم -:{ ما هذا اليوم الذي تصومونه } قالوا: ( هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقومه، وأغرق فرعون وقومه، فصامه موسى شكراً لله فنحن نصومه)، فقال – صلى الله عليه وسلم -: { فنحن أحق وأولى بموسى منكم } فصامه رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وأمر بصيامه “
Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, Beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘asyura. Maka Beliau bertanya kepada mereka, Hari apa ini hingga kalian berpuasa? Mereka menjawab: Ini adalah hari yang mulia di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya, serta menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Maka sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Allah, Nabi Musa berpuasa pada hari ini, dan kamipun ikut berpuasa. Beliau lalu bersabda, “Sungguh kami lebih berhak dan lebih utama (untuk mengikuti Musa) dari pada kalian.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu.
Diriwayatkan pula dalam shahihain, dari Rubayya’ binti Mu’awwidz berkata,
” أرسل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: { من كان أصبح منكم صائماً فليتم صومه، ومن كان أصبح منكم مفطراً فليتم بقية يومه }. فكنا بعد ذلك نصوم ونصوّم صبياننا الصغار منهم، ونذهب إلى المسجد فنجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه إياها حتى يكون عند الإفطار “. وفي رواية: ” فإذا سألونا الطعام أعطيناهم اللعبة نلهيهم حتى يتموا صومهم “.
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan pada pagi hari ‘asyura ke kampung-kampung kaum anshor di sekitar Madinah, dan berseru: Barang siapa yang berpuasa pada pagi ini, hendaklah menyempurnakan puasanya, dan barang siapa yang tidak berpuasa, hendaklah berpuasa pada sisa harinya. Maka kami berpuasa serta mengajak anak-anak untuk ikut berpuasa. Lalu kami beranjak menuju masjid dan membuatkan mereka mainan dari bulu, jika salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan tersebut agar mereka lalai hingga tiba waktu berbuka.” Dan dalam riwayat lain: Jika mereka minta makanan, kami berikan mainannya agar tidak memikirkan lagi untuk makan, hingga dapat menyempurnakan puasanya.
Namun tatkala puasa ramadhan telah diwajibkan, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan perintah atas para sahabatnya untuk puasa ‘asyura dan tidak lagi menegaskan perintahnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam shahihain dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata,
صام النبي – صلى الله عليه وسلم – عاشوراء وأمر بصيامه فلما فرض رمضان ترك ذلك – أي ترك أمرهم بذلك وبقي على الاستحباب
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan puasa ‘asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Ketika puasa ramadhan diwajibkan, Rasulullah meninggalkan hal tersebut- yakni berhenti mewajibkan mereka mengerjakan dan hukumnya menjadi mustahab (sunah).”
Diriwayatkan pula dalam shahihain, dari Mu’awiyah radiyallahu ‘anhuma berkata,
سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول:  هذا يوم عاشوراء ولم يكتب الله عليكم صيامه وأنا صائم، فمن شاء فليصم ومن شاء فليفطر

Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hari ini adalah hari ‘asyura. Allah tidak mewajibkan atas kalian berpuasa padanya, tetapi Aku berpuasa, maka barang siapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang ingin berbuka (tidak berpuasa) maka berbukalah. “
Hadits ini merupakan dalil akan dihapusnya kewajiban menunaikan puasa ‘asyura dan hukumnya menjadi sunah.
Di antara keutamaan bulan muharam, bahwa puasa pada hari ‘asyura dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, dari Abu Qotadah,
أن رجلاً سأل النبي – صلى الله عليه وسلم – عن صيام يوم عاشوراء فقال:  أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله

“Seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang pahala puasa hari ‘asyura. Maka Rasulullah menjawab: Aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.”
Saudara muslimku… saudari muslimahku:
Pada akhir hayatnya, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bertekad untuk tidak berpuasa pada hari ‘asyura saja, tetapi menambahkan dengan puasa sehari lagi, agar menyelisihi puasanya Ahli Kitab. Dalam shahih Muslim, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma berkata:
” حين صام رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عاشوراء وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول الله إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى “، فقال – صلى الله عليه وسلم -: { فإذا كان العام المقبل إن شاء الله صمنا التاسع } [أي مع العاشر مخالفةً لأهل الكتاب] قال: ( فلم يأت العام المقبل حتى توفي رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ).
Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘asyura dan menganjurkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Maka beliau bersabda: Kalau begitu tahun depan Insya Allah kita akan berpuasa (pula) pada hari kesembilan (tasu’a). (yakni, bersamaan dengan puasa ‘asyura, untuk menyelisihi Ahli kitab). Ibnu Abas berkata: belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.
Ibnul Qoyyim rahimahullahu Ta’ala berkata dalam kitabnya, Zaadu al-Ma’aad (II/76):
” مراتب الصوم ثلاثة: أكملها أن يصام قبله يوم وبعده يوم، ويلي ذلك أن يصام التاسع والعاشر، وعليه أكثر الأحاديث، ويلي ذلك إفراد العاشر وحده بالصوم “.
والأحوط أن يصام التاسع والعاشر والحادي عشر حتى يدرك صيام يوم عاشوراء.
Tingkatan puasa pada bulan muharam ada tiga: Tingkatan paling sempurna, yaitu berpuasa pada hari ‘asyura ditambah puasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.[1] Tingkatan setelahnya, adalah berpuasa pada hari kesembilan (tasu’a) dan kesepuluh (‘asyura), sebagai mana yang diterangkan dalam banyak hadits.[2] Kemudian tingkatan terakhir adalah berpuasa pada hari kesepuluh (‘asyura) saja.
Namun untuk lebih berhati-hati, lebih utama berpuasa pada hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, hingga bisa mendapatkan (keutamaan) puasa hari ‘asyura tersebut.

Beberapa Bid’ah dan Penyimpangan Yang Terjadi Pada Hari Ini
Ketauhuilah wahai saudaraku, sesungguhnya tidak disyariatkan bagimu melakukan suatu amal yang bukan berasal dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara penyimpangan yang dilakukan sebagian orang pada hari ‘asyura, adalah memakai celak mata, menyemir (jenggot atau rambut) dengan pohon inai, mandi, melapangkan kebutuhan keluarga dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya, serta menyiapkan makanan khusus yang dihidangkan pada hari itu.[3] Seluruh perbuatan tersebut, pada hakekatnya hanya didasari oleh hadits-hadits maudhu’ (palsu) dan dhoif.
Adapula bid’ah lain yang banyak dilakukan orang-orang pada hari ‘asyura, diantaranya: mengkhususkan hari tersebut dengan doa tertentu, atau melakukan apa yang dikenal pada kalangan ahli bid’ah dengan nama ruqyah ‘asyura. Demikian juga perkara-perkara yang banyak dilakukan oleh firqoh rofidhoh (syiah) pada hari ‘asyura, yang sebenarnya sama sekali tidak ada asal tuntunan syariatnya. Termasuk dalam kemungkaran ini, menggelar acara peringatan Tahun Baru Hijriah, membagi-bagikan bingkisan dan bunga serta menjadikannya sebagai hari raya tahunan.
Tahun Baru dan Muhasabah
Seiring datangnya Tahun Baru Hijriah, sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk melakukan muhasabah dan introspeksi diri. Hal ini merupakan jalan menuju petunjuk dan keselamatan. Orang cerdik itu, adalah mereka yang selalu menimbang dirinya serta beramal untuk bekal perjalanan setelah meninggal. Dan orang yang berakal, adalah mereka yang membiasakan dirinya menapaki jalan kebaikan dan melazimkan dirinya dengan syariat.
Manusia itu tidak terlepas dari dua keadaan, jika ia seorang yang muhsin (yang banyak berbuat kebaikan), (dengan muhasabah) akan bertambah kebaikannya, adapun jika ia seorang yang banyak lalai, maka ia akan menyesal dan segera bertaubat. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan setiap diri memperkatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…” (QS. Al-Hasyr: 18).
Ibnu katsir berkata tentang tafsir ayat ini, “Yaitu, hendaklah kalian menghitung-hitung diri kalian sebelum kalian dihisab (pada hari kiamat), dan perhatikan apa yang telah kalian persiapkan berupa amal kebaikan sebagai bekal kembali dan menghadap kepada Rabb kalian.”
Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah telah menerangkan metode dan cara yang tepat untuk muhasabah. Beliau berkata:
Semua itu dimulai dengan muhasabah diri terhadap amalan-amalannya yang wajib, jika ia menemui kekurangan padanya, hendaklah berusaha menggantinya, baik dengan cara mengqodho atau dengan memperbaikinya. Selanjutnya muhasabah diri terhadap hal-hal yang dilarang, jika ia mendapatkan dirinya pernah terjerumus di dalamnya, hendaklah menyesalinya dengan bertaubat dan istigfar serta mengerjakan amal kebaikan sebagai penghapus dosa-dosa tersebut. Setelah itu muhasabah diri yang berkenaan dengan kelalaian yang pernah dibuat, jika selama ini ia lalai akan maksud dan tujuan penciptaannya, maka ia segera menutupinya dengan dzikir dan menghadapkan diri seutuhnya kepada Allah Ta’ala.
Wahai saudaraku seiman seiring terbitnya fajar tahun baru ini, segerakan taubat dan hadapkan diri sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. Lembaran-lembaran yang ada dihadapanmu masih dalam keadaan putih bersih, tanpa goresan sedikitpun. Maka berhati-hatilah jangan sampai kalian nodai dengan maksiat dan dosa. Segeralah melakukan introspeksi diri sebelum kalian dihisab, perbanyak dzikir dan istigfar kepada Allah, dan pilihlah teman-teman shaleh yang selalu menunjukanmu jalan kebaikan. Semoga Allah menjadikan tahun ini sebagai tahun kebaikan bagi islam dan kaum muslimin. Dan semoga pula Allah memanjangkan umur kita dalam ketaatan, kebaikan dan jauh dari perbuatan maksiat, serta menjadikan kita sebagai pewaris surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para shahabatnya.

Oleh: Tim Daar al-qosim
Penerjemah: Abu Ahmad Fuad Hamzah Baraba’, Lc.
***

Catatan Tambahan dari Editor (Muhammad Abduh Tuasikal):
Yang lebih tepat dalam melakukan puasa ‘Asyura ada dua tingkatan yaitu:
  1. Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus.
  2. Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja.[4]
Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya berpuasa pada hari ke-9, 10, dan 11 Muharram. Inilah yang dianggap sebagai tingkatan lain dalam melakukan puasa Asy Syura[5]. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً
Puasalah pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ‘Adiy, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho’if (lemah). Di dalam sanad tersebut terdapat Ibnu Abi Laila -yang nama aslinya Muhammad bin Abdur Rahman-, hafalannya dinilai jelek. Juga terdapat Daud bin ‘Ali. Dia tidak dikatakan tsiqoh kecuali oleh Ibnu Hibban. Beliau berkata, “Daud kadang yukhti’ (keliru).” Adz Dzahabiy mengatakan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).
Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam Ma’anil Atsar, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari ‘Atho’ dari Ibnu Abbas. Beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata,
خَالِفُوْا اليَهُوْدَ وَصُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالعَاشِرَ
Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram.” Sanad hadits ini adalah shohih, namun diriwayatkan secara mauquf (hanya dinilai sebagai perkataan sahabat).[6]

Catatan: Jika ragu dalam penentuan awal Muharram, maka boleh ditambahkan dengan berpuasa pada tanggal 11 Muharram. Imam Ahmad -rahimahullah- mengatakan, “Jika ragu mengenai penentuan awal Muharram, maka boleh berpuasa pada tiga hari (hari 9, 10, dan 11 Muharram, pen) untuk kehati-hatian.“[7]
Artikel www.muslim.or.id


[1] Akan tetapi hadits dalam masalah ini dhoi’f, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.(pent)
[2] Inilah yang paling afdhol.(pent)
[3] Seperti bubur merah bubur putih, nasi tumpeng, dan makanan-makanan lain yang sengaja disiapkan untuk merayakan hari itu.(pent)
[4] Lihat Tajridul Ittiba’, Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili, hal. 128, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, tahun 1428 H.
[5] Sebagaimana pendapat Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad.
[6] Dinukil dari catatan kaki dalam kitab Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 2/60, terbitan Darul Fikr yang ditahqiq oleh Syaikh Abdul Qodir Arfan.
[7] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 99.

sumber : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/puasa-asyura-tahun-baru-hijriah-dan-muhasabah.html

13 Desember 2010

Mengucapkan Selamat Natal Dianggap Amalan Baik..?


Senin, 13/12/2010 06:59 WIB | email | print | share
Oleh Muhammad Abduh Tuasikal
foto: matanews.com (Perayaan Natal Bersama 2009)foto: matanews.com (Perayaan Natal Bersama 2009)
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Ucapan selamat natal sejak beberapa tahun ini menjadi kontroversi. Sebagian kalangan membolehkan kaum muslimin untuk mengucapkan selamat natal pada nashrani karena dianggap sebagai bentuk ihsan (berbuat baik). Dalil yang digunakan dalam membolehkan hal ini adalah firman Allah Ta’ala,
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah [60] : 8).
Inilah di antara alasan untuk melegalkan mengucapkan selamat natal pada orang nashrani. Mereka memang membawakan dalil, namun apakah pemahaman yang mereka utarakan itu membenarkan mengucapkan selamat natal?
Semoga Allah menolong kami untuk menyingkap tabir manakah yang benar dan manakah yang keliru. Hanya Allah yang beri pertolongan.
Sebab Turun Ayat
Untuk siapa sebab diturunkannya ayat di atas? Dalam hal ini ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir [1]. Di antara pendapat tersebut adalah yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada Asma’ binti Abi Bakr —radhiyallahu ‘anhuma—, di mana ibundanya —Qotilah binti ‘Abdil ‘Uzza— yang musyrik [2] dan ia diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap menjalin hubungan dengan ibunya. Ini adalah pendapat dari ‘Abdullah bin Az Zubair. [3]
Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya “Menjalin hubungan dengan orang tua yang musyrik”. Kemudian beliau membawakan riwayat berikut, Asma’ mengatakan,
“Ibuku mendatangiku dan ia sangat ingin aku menyambung hubungan dengannya4. Kemudian aku menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bolehkah aku tetap menjalin hubungan dengannya? Beliau pun menjawab, “Iya boleh”.” Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa setelah itu Allah menurunkan firman-Nya (yang artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama.” (QS. Al Mumtahanah [60] : 8)” [5]
Makna Ayat
Ibnu Jarir Ath Thobari —rahimahullah— mengatakan, “Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menjalin hubungan dan berbuat adil dengan setiap orang dari agama lain yang tidak memerangi kalian dalam agama. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu”. Setiap orang yang mempunyai sifat dalam ayat ini patut bagi kita berlaku ihsan (baik) padanya. Tidak ada yang dispesialkan dari yang lainnya.” [6]
Ibnu Katsir —rahimahullah— menjelaskan, “Allah tidak melarang kalian berbuat ihsan (baik) terhadap orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin dalam agama dan juga tidak menolong mengeluarkan wanita dan orang-orang lemah, yaitu Allah tidak larang untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” [7]
Loyal (Wala’) pada Orang Kafir itu Terlarang
Wala’ (loyal) tidaklah sama dengan berlaku ihsan (baik). Wala’ secara istilah bermakna menolong, memuliakan dan loyal dengan orang yang dicintai. [8] Sehingga wala’ (loyal) pada orang kafir akan menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang dengan mereka dan agama yang mereka anut. Larangan loyal terhadap orang kafir ini sudah diajarkan oleh kekasih Allah —Nabi Ibrahim ‘alaihis salam— dan kita pun selaku umat Islam diperintahkan untuk mengikuti jalan beliau. Allah Ta’ala berfirman,
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja."(QS. Al Mumtahanah [60] : 4)
Di samping ini adalah ajaran Nabi Ibrahim, larangan loyal (wala’) pada orang kafir juga termasuk ajaran Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah [5] : 51)
Bahkan Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala’) pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. [9]
Perlu Dibedakan antara Ihsan (Berbuat Baik) dan Wala’ (Loyal)
Perlu kiranya dipahami bahwa birr atau ihsan (berbuat baik) itu jauh berbeda dengan wala’ (bersikap loyal). Ihsan adalah sesuatu yang dituntunkan. Ihsan itu diperbolehkan baik pada muslim maupun orang kafir. Sedangkan bersikap wala’ pada orang kafir tidak diperkenankan sama sekali.
Fakhruddin Ar Rozi —rahimahullah— mengatakan, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik (birr) kepada mereka (orang kafir). Namun yang Allah larang bagi kalian adalah loyal (wala’) pada mereka. Inilah bentuk rahmat pada mereka, padahal ada permusuhan sengit dengan kaum muslimin. Para pakar tafsir menjelaskan bahwa boleh kaum muslimin berbuat baik (birr) dengan orang musyrik. Namun dalam hal loyal (wala’) pada mereka itu tidak dibolehkan.” [10]
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Berbuat baik, menyambung hubungan kerabat dan berbuat ihsan (terhadap non muslim) tidaklah melazimkan rasa cinta dan rasa sayang (yang terlarang) padanya. Sebagaiman rasa cinta yang terlarang ini disebutkan dalam firman Allah,
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya” (QS. Al Mujadilah [58] : 22). Ayat ini umum berlaku pada orang yang sedang memerangi dan orang yang tidak memerangi kaum muslimin. Wallahu a’lam. [11]
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi menjelaskan dalam kitab tafsirnya, “Berbuat baik dan berlaku adil tidaklah melazimkan rasa cinta dan kasih sayang pada orang kafir. Seperti contohnya adalah seorang anak tetap berbakti dan berbuat baik pada orang tuanya yang kafir, namun ia tetap membenci agama yang orang tuanya anut.” [12]
Contoh Berbuat Ihsan pada Non Muslim
Pertama: Memberi hadiah kepada saudara non muslim agar membuat ia tertarik pada Islam.
Dari Ibnu ‘Umar —radhiyallahu ‘anhuma—, beliau berkata, “Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya [13] di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. [14]
Kedua: Menjalin hubungan dan berbuat baik dengan orang tua dan kerabat non muslim.
Dari Asma’ binti Abu Bakr —radhiyallahu ‘anhuma—, ia berkata, “Ibuku mendatangiku, padahal ia seorang musyrik di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku ingin meminta nasehat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata, “Sesungguhnya ibuku mendatangiku, padahal ia sangat benci Islam. Apakah aku boleh tetap menyambung hubungan kerabat dengan ibuku?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya boleh. Silakan engkau tetap menjalin hubungan dengannya.” [15]
Allah melarang memutuskan silaturahim dengan orang tua atau kerabat yang non muslim dan Allah tetap menuntunkan agar hak mereka sebagai kerabat dipenuhi walaupun mereka kafir. Jadi, kekafiran tidaklah memutuskan hak mereka sebagai kerabat. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman [31] : 15)
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.” (QS. An Nisa [4] : 1)
Jubair bin Muth’im berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, .
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahmi (dengan kerabat).” [16]
Oleh karenanya, silaturahim dengan kerabat tetaplah wajib, walaupun kerabat tersebut kafir. Jadi, orang yang mempunyai kewajiban memberi nafkah tetap memberi nafkah pada orang yang ditanggung walaupun itu non muslim. Karena memberi nafkah adalah bagian dari bentuk menjalin silaturahim. Sedangkan dalam masalah waris tidak diperkenankan sama sekali. Karena seorang muslim tidaklah mewariskan hartanya pada orang kafir. Begitu pula sebaliknya. Karena warisan dibangun di atas sikap ingin menolong (nushroh) dan loyal (wala’). [17]
Ketiga: Berbuat baik kepada tetangga walaupun non muslim.
Al Bukhari membawakan sebuah bab dalam Adabul Mufrod dengan ”Bab Tetangga Yahudi”dan beliau membawakan riwayat berikut. Mujahid berkata, "Saya pernah berada di sisi Abdullah ibnu 'Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata, ! ”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu.” Lalu ada salah seorang yang berkata, .! "(Anda memberikan sesuatu) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisi anda.”
”Abdullah bin ’Amru lalu berkata,
'Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” [18]
Perkara yang Termasuk Loyal pada Orang Kafir dan Dinilai Haram [19]
Pertama: Mencintai orang kafir dan menjadikan mereka teman dekat. Allah Ta’ala berfirman,
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah [58] : 22).
Wajib bagi setiap muslim memiliki rasa benci pada setiap orang kafir dan musyrik karena mereka adalah orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. Dikecualikan di sini adalah cinta yang bersifat tabi’at seperti kecintaan seorang anak kepada orang tuanya yang musyrik. Cinta seperti ini dibolehkan.
Kedua: Menetap di negeri kafir. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini ?". Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak- anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah mema'afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.” (QS. An Nisa’ [4] : 97- 98)
Ada dua rincian yang mesti diperhatikan:
  1. Jika orang kafir yang baru masuk Islam, lalu tinggal di negeri kafir dan tidak mampu menampakkan keislaman (seperti mentauhidkan Allah, melaksanakan shalat, dan berjilbab –bagi wanita-) dan ia mampu berhijrah, maka saat itu ia wajib berhijrah ke negeri kaum muslimin. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan tidak boleh muslim tersebut menetap di negeri kafir kecuali dalam keadaan darurat.
  2. Jika muslim yang tinggal di negeri kafir masih mampu menampakkan keislamannya, maka berhijrah ke negeri kaum muslimin pada saat ini menjadi mustahab (dianjurkan). Begitu pula dianjurkan ia menetap di negeri kafir tersebut karena ada maslahat untuk mendakwahi orang lain kepada Islam yang benar.
Ketiga: Diharamkan bepergian ke negeri kafir tanpa ada hajat. Namun jika ada maslahat (seperti untuk berobat, berdakwah, dan berdagang), maka ini dibolehkan asalkan memenuhi tiga syarat berikut:
  1. Memiliki bekal ilmu agama yang kuat sehingga dapat menjaga dirinya.
  2. Merasa dirinya aman dari hal-hal yang dapat merusak agama dan akhlaqnya.
  3. Mampu menampakkan syi’ar-syi’ar Islam pada dirinya.
Keempat: Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’). [20] Di antara dalilnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” [21]
Oleh karena itu, perilaku tasyabuh (menyerupai orang kafir) dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka adalah diharamkan. Contohnya adalah mencukur jenggot dan mengikuti model pakaian yang menjadi ciri khas mereka.
Kelima: Bekerjasama atau membantu merayakan perayaan orang kafir, seperti membantu dalam acara natal. Hal ini diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan Allah Ta’ala pun berfirman,
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah [5] : 2)
Begitu pula diharamkan menghadiri perayaan agama mereka. Allah Ta’ala menceritakan mengenai sifat orang beriman,
“Dan orang-orang yang beriman adalah yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25] : 72).
Di antara makna “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas. [22] Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib. [23]
Begitu pula diharamkan mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir. Bahkan diharamkannya hal ini berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ulama.
Ulama Sepakat: Haram Mengucapkan Selamat Natal
Perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahlu Dzimmah,
”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” [24]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin mengatakan, ”Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan agama kepada orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” [25]
Herannya ulama-ulama kontemporer saat ini [26] malah membolehkan mengucapkan selamat Natal. Alasan mereka berdasar pada surat Al Mumtahanah ayat 8. Sungguh, pendapat ini adalah pendapat yang ’nyleneh’ dan telah menyelisihi kesepakatan para ulama. Pendapat ini muncul karena tidak bisa membedakan antara berbuat ihsan (berlaku baik) dan wala’ (loyal). Padahal para ulama katakan bahwa kedua hal tersebut adalah berbeda sebagaimana telah kami utarakan sebelumnya.
Pendapat ini juga sungguh aneh karena telah menyelisihi kesepakatan para ulama (ijma’). Sungguh celaka jika kesepakatan para ulama itu diselisihi. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’ [4] : 115).
Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka. Dari sini, kami merasa aneh jika dikatakan bahwa mengucapkan selamat natal pada orang nashrani dianggap sebagai masalah khilafiyah (beda pendapat). Padahal sejak masa silam, para ulama telah sepakat (berijma’) tidak dibolehkan mengucapkan selamat pada perayaan non muslim. Baru belakangan ini dimunculkan pendapat yang aneh dari Yusuf Qardhawi, cs. Siapakah ulama salaf yang sependapat dengan beliau dalam masalah ini?Padahal sudah dinukil ijma’ (kata sepakat) dari para ulama tentang haramnya hal ini.
Hujjah terakhir yang kami sampaikan, adakah ulama salaf di masa silam yang menganggap bahwa mengucapkan selamat pada perayaan non muslim termasuk bentuk berbuat baik (ihsan) dan dibolehkan, padahal acara-acara semacam natalan dan perayaan non muslim sudah ada sejak masa silam?! Di antara latar belakangnya karena tidak memahami surat Mumtahanah ayat 8 dengan benar. Tidak memahami manakah bentuk ihsan (berbuat baik) dan bentuk wala’ (loyal). Dan sudah kami utarakan bahwa mengucapkan selamat pada perayaan non muslim termasuk bentuk wala’ dan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’). Dan namanya ijma’ tidak pernah lepas dari dari Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana seringkali diutarakan oleh para ulama. Hanya Allah yang memberi taufik.
Bentuk Interaksi yang Dibolehkan dengan Non Muslim [27]
Agar tidak disalahpahami, sekarang kami akan utarakan beberapa hal yang mestinya diketahui bahwa hal-hal ini tidak termasuk loyal (wala’) pada orang kafir. Dalam penjelasan kali ini akan dijelaskan bahwa ada sebagian bentuk muamalah dengan mereka yang hukumnya wajib, ada yang sunnah dan ada yang cuma sekedar dibolehkan. Namun sebelumnya kita harus mengetahui lebih dulu bahwa orang kafir itu ada empat macam:
  1. Kafir mu’ahid yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan di antara mereka dan kaum muslimin memiliki perjanjian.
  2. Kafir dzimmi yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan sebagai gantinya mereka mengeluarkan jizyah (semacam upeti) sebagai kompensasi perlindungan kaum muslimin terhadap mereka.
  3. Kafir musta’man yaitu orang kafir masuk ke negeri kaum muslimin dan diberi jaminan keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.
  4. Kafir harbi yaitu orang kafir selain tiga jenis di atas. Kaum muslimin disyari’atkan untuk memerangi orang kafir semacam ini sesuai dengan kemampuan mereka. [28]
Adapun bentuk interaksi dengan orang kafir (selain kafir harbi) yang diwajibkan adalah:
Pertama: Memberikan rasa aman kepada kafir dzimmi dan kafir musta’man selama ia berada di negeri kaum muslimin sampai ia kembali ke negerinya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah [9] : 6)
Kedua: Berlaku adil dalam memutuskan hukum antara orang kafir dan kaum muslimin, jika mereka berada di tengah-tengah penerapan hukum Islam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah [5] : 8)
Ketiga: Mendakwahi orang kafir untuk masuk Islam.
Ini hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjenguk anak kecil yang beragama Yahudi untuk diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.
Dari Anas bin Malik —radhiyallahu ‘anhu—, ia berkata, “Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) —shallallahu ‘alaihi wa sallam—”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.” [29]
Keempat: Diharamkan memaksa orang Yahudi, Nashrani dan kafir lainnya untuk masuk Islam.Karena Allah Ta’ala berfirman,
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah: 256).
Ibnu Katsir mengatakan, “Janganlah memaksa seorang pun untuk masuk ke dalam Islam. Karena kebenaran Islam sudah begitu jelas dan gamblang. Oleh karenanya tidak perlu ada paksaan untuk memasuki Islam. Namun barangsiapa yang Allah beri hidayah untuk menerima Islam, hatinya semakin terbuka dan mendapatkan cahaya Islam, maka ia berarti telah memasuki Islam lewat petunjuk yang jelas. Akan tetapi, barangsiapa yang masih tetap Allah butakan hati, pendengaran dan penglihatannya, maka tidak perlu ia dipaksa-paksa untuk masuk Islam.” [30]
Cukup dengan sikap baik (ihsan) yang kita perbuat pada mereka membuat mereka tertarik pada Islam, tanpa harus dipaksa.
Kelima: Dilarang memukul atau membunuh orang kafir (selain kafir harbi). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, .
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahid ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” [31]
Keenam: Tidak boleh bagi seorang muslim pun menipu orang kafir (selain kafir harbi) ketika melakukan transaksi jual beli, mengambil harta mereka tanpa jalan yang benar, dan wajib selalu memegang amanat di hadapan mereka. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Ingatlah! Barangsiapa berlaku zholim terhadap kafir Mu’ahid, mengurangi haknya, membebani mereka beban (jizyah) di luar kemampuannya atau mengambil harta mereka tanpa keridhoan mereka, maka akulah nantinya yang akan sebagai hujah mematahkan orang semacam itu.” [32]
Ketujuh: Diharamkan seorang muslim menyakiti orang kafir (selain kafir harbi) dengan perkataan dan dilarang berdusta di hadapan mereka. Jadi seorang muslim dituntut untuk bertutur kata dan berakhlaq yang mulia dengan non muslim selama tidak menampakkan rasa cinta pada mereka. Allah Ta’ala berfirman, .
“Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. Al Baqarah: 83).
Berkata yang baik di sini umum kepada siapa saja.
Kedelapan: Berbuat baik kepada tetangga yang kafir (selain kafir harbi) dan tidak mengganggu mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jibril terus menerus memberi wasiat kepadaku mengenai tetangga sampai-sampai aku kira tetangga tersebut akan mendapat warisan.” [33]
Kesembilan: Wajib membalas salam apabila diberi salam oleh orang kafir. Namun balasannya adalah wa ‘alaikum. [34] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, .
“Jika salah seorang dari Ahlul Kitab mengucapkan salam pada kalian, maka balaslah: Wa ‘alaikum.” [35] Akan tetapi, kita dilarang memulai mengucapkan salam lebih dulu pada mereka. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashrani dalam ucapan salam.” [36]
Adapun bentuk interaksi dengan orang kafir (selain kafir harbi) yang dibolehkan dan dianjurkan adalah:
Pertama: Dibolehkan mempekerjakan orang kafir dalam pekerjaan atau proyek kaum muslimin selama tidak membahayakan kaum muslimin.
Kedua: Dianjurkan berbuat ihsan (baik) pada orang kafir yang membutuhkan seperti memberi sedekah kepada orang miskin di antara mereka atau menolong orang sakit di antara mereka. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” [37]
Ketiga: Tetap menjalin hubungan dengan kerabat yang kafir (seperti orang tua dan saudara) dengan memberi hadiah atau menziarahi mereka. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.
Keempat: Dibolehkan memberi hadiah pada orang kafir agar membuat mereka tertarik untuk memeluk Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.
Kelima: Dianjurkan bagi kaum muslimin untuk memuliakan orang kafir ketika mereka bertamu sebagaimana boleh bertamu pada orang kafir dan bukan maksud diundang. Namun jika seorang muslim diundang orang kafir dalam acara mereka, maka undangan tersebut tidak perlu dipenuhi karena ini bisa menimbulkan rasa cinta pada mereka.
Keenam: Boleh bermuamalah dengan orang kafir dalam urusan dunia seperti melakukan transaksi jual beli yang mubah dengan mereka atau mengambil ilmu dunia yang bernilai mubah yang mereka miliki (tanpa harus pergi ke negeri kafir).
Ketujuh: Diperbolehkan seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) selama wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya. Sedangkan selain ahli kitab (seperti Hindu, Budha, Konghucu) haram untuk dinikahi. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.” (QS. Al Maidah [5] : 5).
Ingat, seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab hanyalah dibolehkan dan bukan diwajibkan atau dianjurkan. Dan sebaik-baik wanita yang dinikahi oleh pria muslim tetaplah seorang wanita muslimah.
Adapun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan orang kafir mana pun baik ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) dan selain ahlul kitab karena Allah Ta’ala berfirman,
“Mereka (wanita muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah [60] : 10)
Kedelapan: Boleh bagi kaum muslimin meminta pertolongan pada orang kafir untuk menghalangi musuh yang akan memerangi kaum muslimin. Namun di sini dilakukan dengan dua syarat:
  1. Ini adalah keadaan darurat sehingga terpaksa meminta tolong pada orang kafir.
  2. Orang kafir tidak membuat bahaya dan makar pada kaum muslimin yang dibantu.
Kesembilan: Dibolehkan berobat dalam keadaan darurat ke negeri kafir.
Kesepuluh: Dibolehkan menyalurkan zakat kepada orang kafir yang ingin dilembutkan hatinya agar tertarik pada Islam, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang ingin dibujuk hatinya.” (QS. At Taubah [9] : 60)
Kesebelas: Dibolehkan menerima hadiah dari orang kafir selama tidak sampai timbul perendahan diri pada orang kafir atau wala’ (loyal pada mereka). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari beberapa orang musyrik. Namun ingat, jika hadiah yang diberikan tersebut berkenaan dengan hari raya orang kafir, maka sudah sepantasnya tidak diterima.
***
Inti dari pembahasan ini adalah tidak selamanya berbuat baik pada orang kafir berarti harus loyal dengan mereka, bahkan tidak mesti sampai mengorbankan agama. Kita bisa berbuat baik dengan hal- hal yang dibolehkan bahkan dianjurkan atau diwajibkan sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
Semoga Allah selalu menunjuki kita pada jalan yang lurus. Hanya Allah yang beri taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal (rumaysho.com/muslim.or.id)
Panggang, Gunung Kidul, 25 Dzulhijah 1430 H
footnote:
  1. Sebagian ulama pakar tafsir (seperti Qotadah) menyatakan bahwa surat Al Mumtahanah ayat 8 berlaku untuk semua orang kafir. Jadi kita diperintahkan untuk berlaku baik dengan orang kafir. Namun menurut pendapat ini, ayat tersebut telah mansukh (dihapus) dengan surat At Taubah ayat 5 yang memerintahkan untuk memerangi orang kafir (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, 6/19,Mawqi’ Al Islam). Akan tetapi, pakar tafsir lainnya tetap menyatakan bahwa surat Al Mumtahanah ayat 8 adalah ayat yang tidak mansukh dan mereka berdalil dengan kisah Asma’ binti Abu Bakr (Lihat Tafsir Juz Qod Sami’a , Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 170, Maktabah Makkah, cetakan pertama, tahun 2003 ).
  2. Kebanyakan ulama mengatakan bahwa ibu Asma’ mati dalam keadaan musyrik. Sebagian ulama mengatakan bahwa ibunya mati dalam keadaan Islam. Nama ibu Asma’ ada yang menyebut Qoylah dan ada pula yang menyebut Qotilah. (Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 7/89, Dar Ihya’ At Turots Al Arobi, Beirut, cetakan kedua, 1392). Qotilah adalah istri Abu Bakr yang sudah dicerai di masa Jahiliyah. (Lihat ‘Umdatul Qori Syarh Shahih Al Bukhari, Badaruddin Al ‘Aini Al Hanafi, 20/169, Asy Syamilah)
  3. Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, 8/236-237, Al Maktab Al Islami Beirut, cetakan ketiga, tahun 1404 H.
  4. Makna ini berdasarkan riwayat Abu Daud. Al Qodhi mengatakan bahwa makna lain dari roghibah adalah benci dengan Islam. Jadi, ibunda Asma’ sangat benci dengan Islam, sehingga ia pun bertanya pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah masih boleh ia menjalin hubungan dengan ibunya. Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 7/89.
  5. HR. Bukhari no. 5798.
  6. Jaami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thobari, Muhaqqiq: Ahmad Muhammad Syakir, 23/323, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama tahun 1420 H.
  7. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muhaqqiq: Sami bin Muhammad Salamah, 8/90, terbitan Dar At Thoyibah, cetakan kedua, 1420 H.
  8. Lihat Al Wala’ wal Baro’, Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qahthani, hal. 307, Asy Syamilah.
  9. Lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm, 11/138, Mawqi’ Ya’sub.
  10. Mafatihul Ghoib, Fakhruddin Ar Rozi, 15/325, Mawqi’ At Tafasir.
  11. Fathul Bari Syarh Shohih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al ‘Asqolani Asy Syafi’i, 5/233, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379.
  12. Tafsir Juz Qod Sami’a , Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 166, Maktabah Makkah, cetakan pertama, tahun 2003.
  13. Saudara ‘Umar ini bernama ‘Utsman bin Hakim, dia adalah saudara seibu dengan ‘Umar. Ibu ‘Umar bernama Khoitsamah binti Hisyam bin Al Mughiroh. Lihat Fathul Bari, 5/233.
  14. HR. Bukhari no. 2619.
  15. HR. Bukhari no. 2620.
  16. HR. Muslim no. 2556.
  17. Lihat pembahasan Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qahthani dalam Al Wala’ wal Baro’, hal. 303, Asy Syamilah.
  18. Adabul Mufrod no. 95/128. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih. Lihat Al Irwa’ (891): [Abu Dawud: 40-Kitab Al Adab, 123-Fii Haqqil Jiwar. At Tirmidzi: 25-Kitab Al Birr wash Shilah, 28-Bab Maa Jaa-a fii Haqqil Jiwaar]
  19. Kami olah dari Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, Prof. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin, hal. 224-229, Maktabah Al Mulk Fahd Al Wathoniyah, cetakan pertama, 1425 H.
  20. Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H.
  21. HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269
  22. Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/484, Mawqi’ Al Islam.
  23. Lihat Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim, 1/483.
  24. Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.
  25. Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/28-29, no. 404, Asy Syamilah.
  26. Semacam Yusuf Qardhawi, begitu pula Lembaga Riset dan Fatwa Eropa. Juga yang melegalkan ucapan selamat natal pada Nashrani adalah Quraish Shihab.
  27. Kami olah dari Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 232-242.
  28. Lihat Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 232-234.
  29. HR. Bukhari no. 1356.
  30. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 1/682, Dar Thoyyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
  31. HR. Bukhari no. 3166.
  32. HR. Abu Daud no. 3052. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Al Mala ‘Ala Qori, 12/284, Mawqi’ Al Misykah Al Islamiyah.
  33. HR. Bukhari no. 6014 dan Muslim no. 2625, dari ‘Aisyah.
  34. Namun sebagian ulama menjelaskan bahwa jika ahlul kitab mengucapkan salamnya itu tegas “Assalamu’’alaikum”, maka jawabannya adalah tetap semisal dengannya yaitu: “Wa’alaikumus salam.” Alasannya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86). Sebagaimana hal ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin.
  35. HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163, dari Anas bin Malik.
  36. HR. Tirmidzi no. 1602 dan Ahmad (2/266). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
  37. HR. Bukhari no. 2466 dan Muslim no. 2244. sumber:eramuslim.com

Yang Disembunyikan Sejarah: Kisah Heroik Muslim Albania Selamatkan Yahudi


Sabtu, 11 Desember 2010, 10:04 WIB
Smaller  Reset  Larger
.
Yang Disembunyikan Sejarah: Kisah Heroik Muslim Albania  Selamatkan Yahudi
Puluhan keluarga Yahudi diselamatkan Muslim Albania
REPUBLIKA.CO.ID, MISSOURI--"Siapa yang pernah mendengar kisah tentang Muslim menyelamatkan Yahudi?" tanya fotografer Norman Gershman, suatu ketika. Ia membongkar banyak literatur, dan hasilnya nihil. Ia mencoba mengoreknya dari Yahudi tua yang tersisa. Ketemulah kisah heroik itu: komunitas Muslim Albania melindungi 2.000 "tamu" Yahudi mereka, bahkan dengan ancaman nyawa mereka sendiri bakal melayang.

Setelah mendengar cerita itu, ia memutuskan untuk mengunjungi Albania, bertemu keluarga yang masih hidup, yang sempat menggadaikan jiwa mereka untuk melindungi orang Yahudi. "Saya ingin pergi ke Albania pertama kali menemukan sendiri siapa orang-orang ini."

Selama enam tahun terakhir, Gershman, seorang fotografer karya seni rupa yang biasanya ditampilkan dalam museum, melakukan perjalanan ke seluruh Albania dan Kosovo. Dia memotret sebagian besar subyek di rumah-rumah warga hingga ke pedesaan, juga benda-benda yang signifikan terhadap orang yang mereka terlindung.

Kini foto-fotonya dipamerkan di sebuah sinagog di St Louis, Missouri. Ini adalah pameran fotografi terlengkap, menampilkan potret Muslim Albania yang kini memasuki usia senja, mereka yang membantu menyelamatkan hampir 2.000 orang Yahudi yang melarikan diri ke Albania selama Perang Dunia II.

Dalam satu foto, seorang pria berdiri dengan tiga buku doa Yahudi yang ditinggalkan setelah perang.

"Saya tidak akan melupakan ini - ketika kami berada di rumah orang ini dan dia melihat kami semacam seperti marah dan dia berkata 'Apa yang kau lakukan di sini'," ujar Gershman. "Kami berkata, 'Keluarga Anda menyelamatkan Yahudi' dan dia memandang kami dan berkata, 'So What? Semua Muslim Albania melakukan ini. Apa yang aku lakukan bukan sesuatu yang spesial. Kewajiban Muslim adalah menghormati tamunya'. Dan ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya," kata Gershman.

***
Muslim Albania memiliki kata untuk hal ini: besa. Ini diterjemahkan sebagai 'kehormatan', dan merupakan ajaran budaya yang unik di Albania. "Kata besa di Albania adalah jenis perlindungan saat mereka menjamu tamu, itu aturan, dan mereka melindungi para tahunya bahkan dengan kehidupan mereka sendiri," kata Alberto Colonomos, seorang Yahudi yang lahir pada tahun 1933, dan terakhir menetap di Yugoslavia. Ia berusia 10 tahun ketika keluarganya melarikan diri ke Albania.

"Ada sekitar 7.200 orang Yahudi yang tinggal di daerah itu sebelum mereka dideportasi ke kamp-kamp konsentrasi di  Treblinka, atau dibunuh. Mereka semua, tidak ada yang kembali. Tapi sekitar 50 keluarga melarikan diri seminggu atau dua minggu sebelum deportasi."

Seorang pria kaya yang bekerja di sebuah pabrik tembakau membawanya pada keluarga Colonomos. Tidak seperti banyak orang Yahudi di bagian lain Eropa yang selamat dari perang di ruang bawah tanah dan loteng, orang-orang Yahudi di Albania diberi nama Muslim dan diperlakukan sebagai tamu terhormat. Colonomos menjelaskan bahwa di bawah besa, Albania menempatkan tamu-tamu mereka sebelum keluarga mereka sendiri.

"Mereka benar-benar menyembunyikan kami dengan kehidupan mereka. Mereka tahu bahwa konsekuensi jika mereka ketahuan. Tetapi ketika mereka memiliki besa, mereka tidak akan mencelakai tamu-tamu mereka. Sungguh mereka adalah orang-orang yang menakjubkan," katanya, berkaca-kaca.

Potret Gershman yang  hitam dan putih telah dipajang di lebih dari 70 pameran di seluruh dunia.

***

"Kami sangat senang untuk memilikinya dan sangat bersemangat untuk melihat semua 'keindahan' itu," kata Rabi Justin Kerber, yang telah memimpin jemaat selama satu setengah tahun. Ia berharap pameran akan membantu memulai dialog antaragama dalam masyarakat dan akan menyebar ke bagian lain negara.

"Pada saat ini ada begitu banyak ketegangan di dunia dan begitu banyak perhatian dicurahkan untuk konflik Yahudi-Islam atau konflik Israel-Arab, itu benar-benar penting bagi semua orang untuk  mengerti bahwa bukan persahabatan Muslim-Yahudi bukan hanya dongeng," kata Kerber.

Harapan yang sama dikemukakan oleh Mufti Minhajuddin Ahmed, imam dan direktur Religious Services of the Greater Islamic Foundation of St. Louis, yang bermitra dengan Temple Emanuel dalam diskusi kerukunan umat beragama sebelum pameran dibuka.

"Saya pikir pada saat hubungan Yahudi-Muslim sangat asam untuk banyak peristiwa yang terjadi di Timur Tengah, ini adalah pameran yang sangat tepat waktu dan sangat dibutuhkan yang menyoroti bagaimana Muslim telah menyelamatkan orang-orang Yahudi dan ini adalah ajaran yang benar dari Islam," kata Ahmed. "Ini adalah kesempatan bagi orang lain untuk mengetahui bahwa agama ini tidak tidak lahir dari kekerasan. Islam adalah agama yang mengajarkan kebaikan dan kasih sayang," ujarnya.

sumber: Republika.co.id

Hijrahkan aku Tuhan

Berlalu sudah peristiwa itu
Beribu tahun berjuta kemuliaan
Berduyun orang merapat
Beroleh rahmat sampai akhirat

Tuhan..
Segala Puji Bagimu
Puji tunduk segenap hamba-Mu
Meski tak penuh isi qolbu

Tuhan..
Bertumpuk dosa dipunggung hamba
Duka lara penuh derita
Dijalanan fana hamba tersesat
Jauh

Tuhan..
Aku tau engkau dekat
Bahkan dari leher urat
Tangan nan lapang terima taubat
dari hamba-hamba sedu-sedat

Tuhan..
Tuntun aku kejalan-Mu
Lapang luas karunia-Mu
Langit bumi takkan mampu
Menyamai untaian rahmat-Mu
Hijrahkan aku kepelukan kasih-Mu

Palangkaraya, 13 Desember 2010/ 7 Muharam 1432 H

4 Desember 2010

Lindungi Otak Anda dengan Kopi

Lindungi Otak dengan Kopi

Sabtu, 27 November 2010 | 09:01 WIB
Ilustrasi kopi Indonesia
KOMPAS.com — Ternyata, kopi tidak selamanya buruk untuk tubuh. Penelitian mengenai dampak kopi bagi kesehatan sudah cukup banyak. Yang terbaru menyebutkan, kopi bisa melindungi otak Anda dari risiko kanker.

Manfaat kopi yang luar biasa itu terungkap setelah para peneliti mengikuti kesehatan 500.000 orang Eropa selama delapan tahun. Mereka yang minum satu setengah cangkir kopi sehari memiliki risiko terkena kanker otak 34 persen lebih rendah.

Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa kopi sebenarnya kaya akan antioksidan. Seperti diketahui, sudah banyak fakta-fakta yang menunjukkan manfaat antioksidan untuk pencegahan penyakit.

Meski hasil penelitian tersebut cukup membuat para pencinta kopi sedikit lega, tetapi perlu dicatat bahwa tipe kanker otak yang bisa dicegah oleh kopi terbilang langka.

Sebelumnya, hasil-hasil penelitian menunjukkan kopi punya manfaat pencegahan beberapa jenis penyakit, seperti diabetes tipe 2 dan Alzheimer. Manfaat kopi lainnya mungkin sudah sering Anda rasakan, yakni lebih bersemangat dan meningkatkan konsentrasi.
sumber: kompashealth

3 Desember 2010

Cara Bertukar Link

Nah kalo anda ingin membuat backlink atau bertukar link di blogger. Anda bisa menggunakan gadget yang sudah disediakan oleh blogger. Ada 2 macam gadget yang bisa anda gunakan yaitu daftar blog atau daftar link. Dengan menggunakan daftar blog,maka nama teman anda akan muncul disertai dengan post update terbarunya. Sedangkan bila menggunakan daftar link hanya akan muncul nama teman anda saja. Keduanya “sah” bila akan dipakai untuk berbcaklink ria.
Selain itu anda juga bisa menggunakan kode html untuk membuat backlink di blogger. Yaitu dengan menambahkan gadget HTML/Java script. Yaudah yuk langsung menuju TKP. ;)

1. Cara Bertukar Link di Blogspot/Blogger dengan gadget
1. Login ke blogger. (www.blogspot.com)
2. Klik menu “Tata Letak” (Layouts) -> Tambah Gadget -> Daftar Blog/Daftar Link
3. Isi Judul dan alamat URL blog yang akan dilink di tempat yang tersedia.
4. Klik simpan atau save.
5. Selesai.
*anda juga bisa menggeser posisi blogroll link tersebut dengan meng”drag” kotak link tersebut dan menempatkannya ditempat yang anda inginkan.
2. Cara Bertukar Link di Blogspot/Blogger dengan Kode HTML/Javascipt
1. Login ke blogger. (www.blogspot.com)
2. Klik menu “Tata Letak” (Layouts) -> Tambah Gadget -> HTML/Javascript
3. Isi judul sesuai keinginan anda. Misal: Teman saya
4. Masukkan kode berikut ini:


  • alamat url blog rekanan anda/”>nama blog teman anda



  • contoh:

  • tyas rani



  • 5. Simpan dan selesai.
    Nah itu dia tips dan trick cara membuat backlin di blogger/blogspot. Salam Super.
    dari:dangdyud.kandangbuaya.com

    29 November 2010

    4 Cara Untuk Lebih Sehat

    4 Rahasia Orang yang Jarang Sakit
    Mandi air dingin bisa membantu meningkatkan jumlah sel-sel darah putih.
    Jumat, 26/11/2010 | 17:02 WIB
    KOMPAS.com — Di antara rekan-rekan kerja Anda, pasti ada orang yang sering sakit. Entah itu flu, diare, meriang, maag, atau apalah.... Rasanya sakit menjadi salah satu sahabatnya. Tetapi, ada juga orang yang terlihat selalu fit dan tak pernah sakit. Ia tidak pernah masuk angin, bersin, atau radang tenggorokan. Orang ini tak pernah absen selama masa kerjanya yang 10 tahun. Pasti Anda ingin tahu apa resepnya agar selalu fit.
    Dalam bukunya, The Secrets of People Who Never Get Sick, Gene Stone memaparkan hasil risetnya mengenai apa yang menyebabkan seseorang bisa selalu sehat. Menurutnya, ada beberapa hal mengejutkan yang bisa kita lakukan untuk mengusir penyakit dan infeksi.

    1. Mandi air dingin
    Banyak orang yang takut mandi air dingin, bahkan khawatir akan gampang masuk angin bila mandi tanpa air hangat. Tetapi, menurut Stone, penelitian menunjukkan bahwa mandi air dingin bisa membantu meningkatkan jumlah sel-sel darah putih. Sel-sel darah putih ini bisa membantu mengusir penyakit dari tubuh Anda.

    2. Mengunyah bawang putih mentah
    Pilih mana, napas Anda dibilang bau bawang atau sehat? Sekali lagi Stone menunjukkan hasil penelitian, di mana bawang putih disebut memiliki senyawa antimikroba yang kuat, yang bisa membantu Anda tetap sehat. Agar napas Anda tidak terlalu beraroma bawang putih, geprek bawang lebih dulu, lalu telan semuanya dengan menggunakan satu sendok teh saus apel.

    3. Minum air panas yang diberi ragi bir
    Seperti apa rasanya? Hm... perlukah dibahas lebih lanjut? Yang pasti, ramuan ini telah terbukti mampu mengusir virus influenza, diare, dan infeksi saluran pernapasan. 

    4. Hanya minum minuman panas
    Misalnya, air hangat yang diberi perasan jeruk, teh, kopi, atau apa pun yang disajikan hangat atau panas. Minum lebih banyak cairan panas selama musim flu bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh Anda.

    sumber: kompas.com

    15 November 2010

    Kalau Benar Terjadi, Berarti Ini Bid'ah Untuk Kali ke Dua Bagi Negeri Ini

    Tidak lama lagi kita akan berjumpa dengan salah satu hari raya Umat Islam, yakni Idul Adha atau hari raya kurban. Namun, beberapa hari ini penulis mengalami kerisauan seputar Hari Raya Idul adha ini, tidak lain adalah karena sebagaimana yang kita ketahui atau baca dan mungkin dengar di media cetak maupun elektronik bahwa sepertinya perayaan hari raya Idul Adha tahun ini sepertinya akan mengalami perbedaan.
    Bagi saya sendiri, jika saya tidak salah ingat, hal ini juga pernah terjadi di tahun 2007 yang lalu. inilah kenapa judul catatan ini saya buat dengan kalimat "Kalau benar terjadi, berarti ini Bid'ah untuk kali ke dua bagi negeri ini."
    Pemerintah Indoensia, sebagaimana yang bisa kita baca pada beberapa media elektronik dan cetak seperti di Media Indonesia diberitiakan bahwa Kementerian Agama menetapkan 1 Zulhijah atau Idul Adha 1431 Hijriyah jatuh pada 17 November 2010. Hal itu diputuskan melalui sidang isbat yang digelar Badan Rukyat dan Hisab Kementerian Agama di Jakarta, Senin (8/11). (METROTVNESW)
    REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA Pemerintah menetapkan hari raya idul Adha 1431 H jatuh pada Rabu 17 November 2010. Keputusan ini diambil melalui sidang itsbat Badan Hisab Rukyat (BHR) yang melibatkan ormas, akademisi dan para pakar di bidang astronomi.
    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang istbat atau rapat resmi penetapan awal Dzulhijjah dan hari raya Idul Adha 1431 H bersama Kementerian Agama (Kemenag) sudah digelar Senin (8/11/2010). Pemerintah menetapkan hari ini adalah awal Dzulhijjah.
    Jakarta (ANTARA News) - Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama RI menetapkan Hari Raya Idul Adha 1431 Hijriyah atau 10 Dzulhijjah jatuh pada Rabu, 17 November 2010.
    Berarti kita bisa pastikan bahwa perayaan Idul Adha di negeri in akan dirayakan pada 17 November 2010.
    Padahal sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Kantor berita Arab Saudi, SPA, Minggu (7/11) menyebutkan, bahwa Idul Adha 10 Dzulhijjah 1431 Hijriah jatuh pada Selasa, 16 November 2010. penetapan itu dilakukan setelah otoritas berwenang di Saudi melakukan pengamatan bulan pada Sabtu (6/11) malam yang diperkuat dengan hasil penghitungan para astronom resmi di Saudi.
    Artinya, sekitar 1,5 juta calon haji dari seluruh dunia akan memulai ritual haji diawali dengan Wukuf di Arafah pada 15 November 2010.
    PENENTUAN IDUL ADHA MENURUT 'ULAMA MADZHAB
    kapasitas penulis bukanlah dalam kapasitas yang menjelaskan hukum seputar metode penentuan Idul Adha karena keterbatasan yang penulis sadari .
    Disini penulis hanya mengurai kembali tulisan yang pernah di buat oleh K.H Muhammad Shiddiq Al-Jawi yang pada tahun 2007 membuat tulisan ketika menyoroti perbedaan yang terjadi pada waktu itu seputar pelaksanaan Sholat Idul adha.
    Para ulama mujtahidin telah berbeda pendapat dalam hal mengamalkan satu ru’yat yang sama untuk Idul Fitri. Madzhab Syafi’i menganut ru’yat lokal, yaitu mereka mengamalkan ru’yat masing-masing negeri. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menganut ru’yat global, yakni mengamalkan ru’yat yang sama untuk seluruh kaum Muslim. Artinya, jika ru’yat telah terjadi di suatu bagian bumi, maka ru’yat itu berlaku untuk seluruh kaum Muslim sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat meru’yat.
    Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.
    Karena itu, kaum Muslim dalam sejarahnya senantiasa beridul Adha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh orang banyak pihak yang mustahil sepakat bohong) bahkan sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin, hingga masa kita sekarang.
    Namun meskipun penetapan Idul Adha ini sudah ma’luumun minad diini bidl dlaruurah (telah diketahui secara pasti sebagai bagian integral ajaran Islam), anehnya pemerintah Indonesia dengan mengikuti fatwa sebagian ulama telah berani membolehkan perbedaan Idul Adha di Indonesia.
    Jadilah Indonesia sebagai satu-satunya negara di muka bumi yang tidak mengikuti Hijaz dalam beridul Adha. Sebab, Idul Adha di Indonesia sering kali jatuh pada hari pertama dari Hari Tasyriq (tanggal 11 Dzulhijjah), dan bukannya pada Yaumun-nahr atau hari penyembelihan kurban (tanggal 10 Dzulhijjah).
    Kewajiban kaum Muslim untuk beridul Adha (dan beridul Fitri) pada hari yang sama, telah ditunjukkan oleh banyak nash-nash syara’. Di antaranya adalah sebagai berikut :
    Hadits A’isyah RA, dia berkata “Rasulullah SAW telah bersabda :
    Idul Fitri adalah hari orang-orang (kaum Muslim) berbuka. Dan Idul Adha adalah hari orang-orang menyembelih kurban.” (HR. At-Tirmidzi dan dinilainya sebagai hadits shahih; Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 697, hadits no 1305).
    Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang serupa dari shahabat Abu Hurairah RA dengan lafal :
    Bulan Puasa adalah bulan mereka (kaum muslimin) berpuasa. Idul Fitri adalah hari mereka berbuka. Idul Adha adalah hari mereka menyembelih kurban.” (HR.Tirmidzi) Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 697, hadits no 1306)
    Imam At-Tirmidzi berkata, “Sebagian ahlul ‘ilmi (ulama) menafsirkan hadits ini dengan menyatakan :
    Sesungguhnya makna shaum dan Idul Fitri ini adalah yang dilakukan bersama jama’ah [masyarakat muslim di bawah pimpinan Khalifah/Imam] dan sebahagian besar orang.” (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 699)
    Sementara itu Imam Badrudin Al-‘Aini dalam kitabnya Umdatul Qari berkata, “Orang-orang (kaum Muslim) senantiasa wajib mengikuti Imam (Khalifah). Jika Imam berpuasa, mereka wajib berpuasa. Jika Imam berbuka (beridul Fitri), mereka wajib pula berbuka.”
    Hadits di atas secara jelas menunjukkan kewajiban berpuasa Ramadhan, beridul Fitri, dan beridul Adha bersama-sama orang banyak (lafal hadits: an-Naas), yaitu maksudnya bersama kaum Muslim pada umumnya, baik tatkala mereka hidup bersatu dalam sebuah negara khilafah seperti dulu, maupun tatkala hidup bercerai-cerai dalam kurungan negara-kebangsaan seperti saat ini setelah hancurnya khilafah di Turki tahun 1924.
    Maka dari itu, seorang muslim tidak dibenarkan berpuasa sendirian, atau berbuka sendirian (beridul Fitri dan beridul Adha sendirian). Yang benar, dia harus berpuasa, berbuka dan berhari raya bersama-sama kaum Muslim pada umumnya.
    (2) Hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata: “Sesungguhnya Amir (Wali) Makkah pernah berkhutbah dan berkata :
    Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan ru’yat. Jika kami tidak berhasil meru’yat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil meru’yat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud [hadits no 2338] dan Ad-Daruquthni [Juz II/167]. Imam Ad-Daruquthni berkata,’Ini isnadnya bersambung [muttashil] dan shahih.’ Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 841, hadits no 1629)
    Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa penentuan hari Arafah dan hari-hari pelaksanaan manasik haji, telah dilaksanakan pada saat adanya Daulah Islamiyah oleh pihak Wali Makkah. Hal ini berlandaskan perintah Nabi SAW kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan hari dimulainya manasik haji berdasarkan ru’yat.
    Di samping itu, Rasulullah SAW juga telah menetapkan bahwa pelaksanaan manasik haji (seperti wukuf di Arafah, thawaf ifadlah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah), harus ditetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Makkah sendiri, bukan berdasarkan ru’yat penduduk Madinah, penduduk Najd, atau penduduk negeri-negeri Islam lainnya.
    Dalam kondisi tiadanya Daulah Islamiyah (Khilafah), penentuan waktu manasik haji tetap menjadi kewenangan pihak yang memerintah Hijaz dari kalangan kaum Muslim, meskipun kekuasaannya sendiri tidak sah menurut syara’. Dalam keadaan demikian, kaum Muslim seluruhnya di dunia wajib beridul Adha pada Yaumun nahr (hari penyembelihan kurban), yaitu tatkala para jamaah haji di Makkah sedang menyembelih kurban mereka pada tanggal 10 Dzulhijjah. Dan bukan keesokan harinya (hari pertama dari Hari Tasyriq) seperti di Indonesia.
    (3) Hadits Abu Hurairah RA, dia berkata :
    Sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang puasa pada Hari Arafah, di Arafah” (HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 875, hadits no 1709).
    Berdasarkan hadits itu, Imam Asy-Syafi’i berkata, “Disunnahkan berpuasa pada Hari Arafah (tanggal 9 Dhulhijjah) bagi mereka yang bukan jamaah haji.”
    Hadits di atas merupakan dalil yang jelas dan terang mengenai kewajiban penyatuan Idul Adha pada hari yang sama secara wajib ‘ain atas seluruh kaum Muslim. Sebab, jika disyari’atkan puasa bagi selain jamaah haji pada Hari Arafah (=hari tatkala jamaah haji wukuf di Padang Arafah), maka artinya, Hari Arafah itu satu adanya, tidak lebih dari satu dan tidak boleh lebih dari satu.
    Karena itu, atas dasar apa kaum Muslim di Indonesia justru berpuasa Arafah pada hari penyembelihan kurban di Makkah (10 Dzulhijjah), yang sebenarnya adalah hari raya Idul Adha bagi mereka? Dan bukankah berpuasa pada hari raya adalah perbuatan yang haram? Lalu atas dasar apa pula mereka Shalat Idul Adha di luar waktunya dan malahan shalat Idul Adha pada tanggal 11 Dzulhijjah (hari pertama dari Hari Tasyriq)?
    Sungguh, fenomena di Indonesia ini adalah sebuah bid’ah yang munkar (bid’ah munkarah), yang tidak boleh didiamkan oleh seorang muslim yang masih punya rasa takut kepada Allah dan azab-Nya!
    Sebahagian orang membolehkan perbedaan Idul Adha dengan berlandaskan hadits:
    Berpuasalah kalian karena telah meru’yat hilal (mengamati adanya bulan sabit), dan berbukalah kalian (beridul Fitri) karena telah meru’yat hilal. Dan jika terhalang pandangan kalian, maka perkirakanlah !”
    Beristidlal (menggunakan dalil) dengan hadits ini untuk membolehkan perbedaan hari raya (termasuk Idul Adha) di antara negeri-negeri Islam dan untuk membolehkan pengalaman ilmu hisab, adalah istidlal yang keliru.
    Kekeliruannya dapat ditinjau dari beberapa segi :
    Pertama, Hadits tersebut tidak menyinggung Idul Adha dan tidak menyebut-nyebut perihal Idul Adha, baik langsung maupun tidak langsung. Hadits itu hanya menyinggung Idul Fitri, bukan Idul Adha. Maka dari itu, tidaklah tepat beristidlal dengan hadits tersebut untuk membolehkan perbedaan Idul Adha berdasarkan perbedaan manzilah (orbit/tempat peredaran) bulan dan perbedaan mathla’ (tempat/waktu terbit) hilal, di antara negeri-negeri Islam.
    Selain itu, mathla’ hilal itu sendiri faktanya tidaklah berbeda-beda. Sebab, bulan lahir di langit pada satu titik waktu yang sama. Dan waktu kelahiran bulan ini berlaku untuk bumi seluruhnya. Yang berbeda-beda sebenarnya hanyalah waktu pengamatan, ini pun hanya terjadi pada jangka waktu yang masih terhitung pada hari yang sama, yang lamanya tidak lebih dari 12 jam.
    Kedua, hadits tersebut telah menetapkan awal puasa Ramadhan dan Idul Fitri berdasarkan ru’yatul hilal, bukan berdasarkan ilmu hisab. Pada hadits tersebut tak terdapat sedikit pun “dalalah” (pemahaman) yang membolehkan pengalaman ilmu hisab untuk menetapkan awal bulan Ramadlan dan hari raya Idul Fitri. Sedangkan hadits Nabi yang berbunyi: “(……jika pandangan kalian terhalang), maka perkirakanlah hilal itu!” maksudnya bukanlah perkiraan berdasarkan ilmu hisab, melainkan dengan menyempurnakan bilangan Sya’ban dan Ramadhan sejumlah 30 hari, bila kesulitan melakukan ru’yat.
    Ketiga, Andaikata kita terima bahwa hadits tersebut juga berlaku untuk Idul Adha dengan jalan Qiyas –padahal Qiyas tidak boleh ada dalam perkara ibadah, karena ibadah bersifat tauqifiyah– maka hadits tersebut justru akan bertentangan dengan hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, yang bersifat khusus untuk Idul Adha dan manasik haji. Dalam hadits tersebut, Nabi SAW telah memberikan kewenangan kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan ru’yat bagi bulan Dzulhijjah dan untuk menetapkan waktu manasik haji berdasarkan ru’yat penduduk Makkah (bukan ru’yat kaum Muslim yang lain di berbagai negeri Islam).
    Berdasarkan uraian ini, maka Indonesia tidak boleh berbeda sendiri dari negeri-negeri Islam lainnya dalam hal penentuan hari-hari raya Islam. Indonesia tidak boleh menentang ijma’ (kesepakatan) seluruh kaum Muslim di seantero pelosok dunia, karena seluruh negara menganggap bahwa tanggal 10 Dzulhijjah di tetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Hijaz. Sungguh, tak ada yang menyalahi ijma’ kaum Muslim itu, selain Indonesia !
    Lagi pula, atas dasar apa hanya Indonesia sendiri yang menentang ijma’ tersebut dan berupaya memecah belah persatuan dan kesatuan kaum Muslim? Apakah Indonesia berambisi untuk menjadi negara pertama yang mempelopori suatu tradisi yang buruk (sunnah sayyi’ah) sehingga para umaro’ dan ulama di Indonesia akan turut memikul dosanya dan dosa dari orang-orang yang mengamalkannya hingga Hari Kiamat nanti?
    Kita percaya sepenuhnya, perbedaan hari raya di Dunia Islam saat ini sesungguhnya terpulang kepada perbedaan pemerintahan dan kekuasaan Dunia Islam, yang terpecah belah dan terkotak-kotak dalam 50-an lebih negara kebangsaan yang direkayasa oleh kaum kafir penjajah.
    Kita percaya pula sepenuhnya, bahwa kekompakan, persatuan, dan kesatuan Dunia Islam tak akan tewujud, kecuali di bahwa naungan Khilafah Islamiyah Rasyidah. Khilafah ini yang akan mempersatukan kaum Muslim di seluruh dunia, serta akan memimpin kaum Muslim untuk menjalani kehidupan bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Insya Allah cita-cita ini dapat terwujud tidak lama lagi !
    Ya Allah, kami sudah menyampaikan, saksikanlah ! (Adi Victoria;al_ikhwan1924@yahoo.com)

    sumber: eramuslim.com

    11 November 2010

    Obama..oh..Obama

    Tuntas sudah perhelatan 24 jam itu. Perhelatan 'akbar' yang dicemaskan dan dinantikan dengan begitu tegang oleh pemerintah. Ya, tegang, saking tegangnya boleh jadi pemerintah menjadi gagap bin gugup dalam mempersiapkan penyambutan. Bagaimana tidak, beberapa hari sebelum kedatangan sang presiden negara adidaya yang suka adi-paksa dan berlaku adigang-adigung-adiguna itu, berbagai tempat penting dan tempat-tempat yang direncanakan akan di'duduki' sang presiden sudah disterilkan dari orang-orang yang tidak berkepentingan. Istana negara, Masjid Istiqlal, kampus UI Depok dan bahkan makam tempat orang mati-pun disterilkan.

    Obama memang fenomena. Seorang yang terlahir dari keturunan kulit hitam, ras yang dianggap rendah oleh orang-barat selama berabad-abad bahkan mungkin sampai saat ini anggapan miring bagi mereka masih melekat, mampu membalikkan prediksi dan presisi para peramal modern dengan alat polling-nya. Obama mampu menjadi presiden negara adikuasa saat ini dengan mengalahkan pesaingnya yang kulit putih. Bukan sampai disini saja, Obama yang 'kebetulan' memiliki keluarga besar muslim di Kenya sungguh menakjubkan. Beberapa pernyataan dan langkahnya setelah dilantik sebagai presiden mampu memberi nuansa 'penyejuk' bagi pergolakan dunia. 
    Obama sejauh ini mampu 'mengambil hati' masyarakat hampir disemua belahan dunia. Pidatonya mengundang decak kagum dan simpati dimana-mana, tak ketinggalan ketika dia berpidato di UI. Betapa menarik, egaliter, penuh canda dan tanpa canggung dan kepura-puraan Obama menerima uluran jabat tangan siapa saja. Kedatangannya diberbagai negara dapat dia 'rasai' sebagai tamu dan sahabat, bukan sebagai kepala negara yang congkak.

    Obama, walaupun begitu, tentu banyak juga tokoh yang menilai negatif dari sang presiden. Hal ini sebenanrnya jauh lebih dikarenakan dia sebagai presiden sebuah negara yang selama ini banyak menyengsarakan negara lain, utamanya negara yang menentang Amerika. Presiden yang negaranya amat senang menyerang negara lain tanpa alasan yang benar, dengan kata lain yang lebih vulgar, dia adalah presiden negara penjajah. Meskipun kini negara itu tengah limbung oleh kepongahannya sendiri.

    Obama..oh..Obama...

    9 November 2010

    Bencana dan Tauhid Bangsa

    Rasanya kering sudah air mata ini. Kesedihan demi kesedihan melihat bencana diseluruh negeri yang nyaris tiada henti, susul menyusul seperti antri datang silih berganti. Mulai dari yang 'kecil-kecil' karena tidak memakan korban jiwa atau kalaupun ada hanya beberapa, samapai bencana yang super dahsyat dengan korban ratusan ribu manusia. Dari Aceh sampai Papua, dari timur sampai barat dari utara sampai selatan semua seolah bergolak dengan satu 'tangan' komando yang tak kasat mata.

    Musibah adalah ujian...ya..kata-kata inilah yang sering keluar dari orang-orang bijak, meskipun wallohu a'lam, kita tidak tau, apakah musibah yang terus menerus ini ujian, bala' atau adzab karena kelakuan dan tingkah polah manusia penghuni negeri ini yang telah kelewatan. Tidak saja menentang hukum alam, namun dengan telanjang dan terang-terangan sudah berani menantang hukum Tuhan. Segala bentuk kemaksiatan dan kekafiran sepertinya lengkap dinegeri ini. Mulai dari pelacuran, khomr, judi, sampai hubungan sesama jenis yang minta diakui dan dilegalkan oleh negara. Pelaku penyimpangan apapun, baik penyimpangan seksual, penyimpangan perilaku dan penyimpangan moral harus diterima sama derajatnya ditengah masyarakat. Justeru orang yang melakukan sesuatu yang dibolehkan Tuhan dikecam, dihina dan dilecehkan martabatnya didepan umum dan media. Masih ingat kasus Syech Puji yang nikah dengan anak 'dibawah umur'? padahal sudah baligh dan tanpa paksaan maupun kekerasan namun dianggap melanggar 'peraturan'? Seorang ustadz kondang yang melakukan poligami 'dihakimi' sedemikian rupa sehingga beliau seolah-olah telah melakukan suatu dosa besar? Ulama yang bersahaja dan sudah renta dianggap orang yang sangat berbahaya sehingga harus dikerangkeng dibalik jeruji dengan tuduhan yang tidak jelas sampai sekarang? Dan masih banyak lagi ironi dan kecongkakan pelaku kedurhakaan pada Tuhan dinegeri ini.

    Sungguh membuat miris dihati, ketika musibah itu terjadi...lagi-lagi tidak ada para penguasa negeri ini yang menyerukan untuk instropeksi diri, mengajak pendekatan diri pada Ilahi, mengajak bertaubat sepenuh hati dengan tentu saja harus menyantuni mereka yang menjadi korban semua musibah yang terjadi. Tidak ditemukan anjuran nasional dari seorang pemimpin untuk taubatan nasuha seluruh negeri. Ternyata tidak ada lagi tauhid sebuah bangsa yang beragama ini. Jadi apakah yang terjadi selama ini musibah? bencana? atau adzab? Alloh-lah yang tahu segala-galanya.Hanya kepadaNya kita mohon pertolongan dan perlindungan

    13 September 2010

    Lebaran

    berlebaran dengan famili...ngantuk dengerin khutbah ied..hehe

    21 Juli 2010

    Jalan-jalan ke Tangkiling

    Juara 'outbond'...tim sapu-sapu..hihi..lha wong tiap hari 'sapu bersih' kerjaan..

    Bekerja sehari-hari dengan intensitas pekerjaan yang tinggi dan bahkan harus berburu dengan detik dan menit memang sangat melelahkan. Apalagi kalau sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dengan rutinitas yang sama. Huuuhh..bener-bener penat.

    Nah untuk melepas penat sejenak, kami melakukan perjalanan 'outbond mini' ke Tangkiling. Terletak disebelah barat laut Palangkaraya dengan jarak kurang lebih 30 km. Tangkiling merupakan kawasan berbukit rendah ditengah-tengah dataran nan luas di Kalimantan Tengah. Hawanya tentu lebih sejuk dibanding palangkaraya yang bisa mencapai 30 derajat celcius.
    Bener-bener menghapus penat.

    Acara santai dengan guyon-guyon orang tua yang msh inget masa kanak-kanak...lucu..selucu tampang2 diatas...hehehe..

    Ndilalah kersaning Alloh..

    Setiap kejadian pasti tidak luput dari pengawasan dan ketelitian-Nya. Meskipun selembar dedaunan kering yang terpental tertiup angin puting beliung sekalipun, pasti dibawah pengawasan dan perintahnya. Bahkan apa yang akan terjadi kemudian, yang masih gelap dan ghoib bagi manusia sudah jelas-terang-benderang dihadapan-Nya. Termasuk seseorang akan memperoleh apa, baik itu nikmat maupun musibah. Entah 'menambah' atau 'mengurangi' rejekinya.

    Yang diatas arsyi memang Maha berkehendak. SemauNya, sesuka-Nya dan sekehendak-Nya. Apakah Dia akan menjadikan seseorang yang tadinya buta dan tuli dari lahir mendadak bisa melihat dan mendengar? Menjadikan orang yang tadinya lumpuh, mendadak jadi bisa berlari? Menjadikan seseorang yang tadinya miskin papa, seketika mendadak kaya-raya? wis pokok-e sak kersaning pangeran.

    Berjuta jalan bagi Alloh untuk menciptakan keajaiban. Buakankah ayat-ayat itu banyak bertebaran disekeliling kita. Ketika kita melihat kecelakaan, mtor ringsek dihantam truk yang melaju amat kencang. Body motor menjadi ganjal ban...orang akan menjerit...dan berteriak 'ya ampun..kasian itu orang..., pasti mati...' ga taunya pengendara motor sudah cengar-cengir dipinggir jalan. Kala tsunami meluluh-lantakkan aceh...air bah menyeret segala sesuatu yang 'diharuskan' dibawanya..masih ada orang yang selamat setelah terombang-ambing di lautan selama tujuh hari-tujuh malam.

    Jadi kenapa mesti bersedih-pilu dengan apa yang menimpa kita? termasuk kenapa mesti bergembira ria dengan apa yang kita peroleh? padahal semuanya bermuara pada kehendak-Nya. Jadi, semestinya kita untuk sedang2 saja..tengah2 saja...sak madyo..tidak berlebihan dalam segala hal. sebab semua sudah menjadi kersaning Alloh...tinggal kita bagaimana menyikapinya.