Selamat datang diblog sederhana ini, tempat berbagi, saling bertukar informasi dan peluang usaha..semoga bermanfaat

12 Januari 2010

banyak anak banyak REJEKI...!!!

Majalah The Economist dalam laporannya tahun 2009 pernah menulis tentang Indonesia. Disebutkan di sana bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi besar dunia di masa depan. Salah satu potensi kekuatan Indonesia adalah faktor demografi. Besarnya jumlah penduduk berusia produktif yang dimiliki Indonesia merupakan kekuatan yang tak tertandingi di negara kawasan, baik oleh Cina ataupun Jepang.

Melongok ke Jepang, semakin mahalnya biaya hidup, pendidikan, dan meningkatnya angkatan kerja wanita, menjadikan tingkat kelahiran di Jepang menurun drastis. Total rasio kelahiran di Jepang terus anjlok dari 1,57 di tahun 1989 menjadi 1,37 di tahun 2008. Angka ini jauh di bawah rasio pertumbuhan penduduk yang dapat mendukung populasi yang berkesinambungan, yaitu 2,1. Sebuah lembaga riset di Jepang mengatakan bahwa populasi Jepang akan menciut sepertiga pada tahun 2050, dan pada tahun 2105 tinggal tersisa sekitar 44 juta orang Jepang di dunia. Jumlah penduduk usia produktif, antara 15-64 tahun, hanya tinggal separuh dari yang ada sekarang pada tahun 2055.

Dengan angka kelahiran yang rendah, dalam 20-30 tahun ke depan, Jepang akan kehilangan peranannya sebagai kekuatan ekonomi dunia. Jepang bahkan bisa dikategorikan sebagai decaying country, atau negara yang menuju kepunahan. Hal ini juga terjadi di Cina. Kebijakan “satu anak” yang diterapkan selama beberapa tahun ini, telah menyusutkan jumlah angkatan kerja produktif di Cina.

Secara ekonomi, jumlah penduduk yang menyusut sungguh tidak menguntungkan. Jumlah tenaga produktif dan terpelajar merupakan salah satu kekuatan ekonomi sebuah negara. Bukan hanya di Cina dan Jepang, beberapa negara Eropa (Jerman, Swedia, Perancis) juga menghadapi masalah yang serius di bidang kependudukan.
Tingkat Kelahiran di Jepang / japanfocus.com

Tingkat Kelahiran di Jepang / japanfocus.com

Kembali ke Jepang, sejak krisis global melanda, masalah kependudukan ini semakin membuat ekonomi Jepang terhempas dalam jurang krisis. Upaya PM Jepang yang baru, Yurio Hatoyama, untuk mengangkat ekonomi Jepang, menghadapi jalan terjal. Menurunnya jumlah penduduk berkorelasi pula pada semakin rendahnya permintaan domestik. Berbeda dengan Indonesia yang permintaan domestik menguasai 60% dari pertumbuhan ekonomi, di Jepang, permintaan domestik sangat rendah. Selain kultur orang Jepang yang gemar menabung, jumlah penduduk mudanya yang notabene konsumtif terus menurun.

Untuk itu, di awal tahun 2010, pemerintah Hatoyama mengumumkan berbagai program pemulihan ekonomi , untuk mendorong pertumbuhan hingga mencapai 2 persen pada 2020. Salah satu program pemerintah Jepang adalah mendorong terciptanya permintaan domestik. Dan strategi yang dilakukan adalah mendorong angka kelahiran. Jepang memberi subsidi besar-besaran bagi pasangan muda yang berniat memiliki anak. Pemerintah juga akan menambah tempat penitipan anak (child care center) di berbagai gedung perkantoran, agar para ibu yang bekerja tidak khawatir untuk memiliki anak. Pemerintah juga akan memberikan tunjangan sebesar 26.000 Yen (sekitar Rp2,6 juta) per anak setiap bulan. Berbagai program mendorong keluarga di Jepang agak “punya anak” terus dilakukan. Pepatah orang tua kita dulu, “Banyak Anak, Banyak Rejeki” nampaknya menjadi valid di Jepang.

Implikasi kependudukan pada ekonomi di berbagai negara maju tersebut memberi pelajaran bagi ekonomi Indonesia. Hal yang sebaliknya justru terjadi pada ekonomi kita. Jumlah penduduk kita besar, terutama mereka yang memiliki usia produktif. Tak heran, bila The Economist menyebutkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi masa depan.

Namun, apa yang disebut majalah Economist baru sebatas potensi, belum menjadi aksi. Syarat menjadikan potensi tersebut menjadi aksi tidaklah mudah. Ketika ekonomi semakin bertumbuh dan canggih, ia membutuhkan penduduk yang memiliki skills atau ketrampilan tinggi yang semakin beragam. Dengan demikian, tuntutan untuk melakukan investasi besar-besaran di bidang pendidikan adalah sebuah keharusan. Pemerintah perlu fokus dan serius membangun masa depan bangsa melalui pendidikan.

Jumlah penduduk besar, namun tidak memiliki kultur tinggi dan pendidikan yang memadai, hanya akan menjadi beban bagi sebuah negara. Mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran dari ekonomi Jepang. Salam.
sumber:kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar